Asal Muasal Balimau Kasai
Menurut penuturan yang diceritakan secara turun temurun, kata Balimau, berasal dari digunakannya jeruk nipis (bahasa Minangnya limau) pada saat keramas untuk membersihkan kulit kepala dan rambut dari kotoran dan minyak yang berasal dari keringat. Sedangkan untuk menghitamkan rambut, biasanya mereka menggunakan air rendaman abu dari merang yang sudah dibakar. Mereka (nenek moyang) menggunakan semua itu, karena pada zaman tersebut belum ada shampo seperti sekarang ini. Tradisi Balimau kasai dalam menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Pada dasarnya, ini adalah mandi keramas biasa yang dilakukan umat muslim melayu dengan tujuan dan niat agar jiwa dan raga benar benar bersih sebelum memasuki bulan Ramadhan.
Beberapa pemerintah kabupaten/kota daerah seperti di Sumbar maupun Riau sudah mulai terlibat dalam perhelatan sekali setahun ini. Biasanya satu hari menjelang memasuki ramadhan berbagai tempat yang menjadi lokasi acara balimau kasai dipenuhi dengan kumpulan umat manusia untuk menyaksikan beberapa acara, mulai dari acara panjat batang pinang hingga hiburan musik yang sering mereka namakan "orgen tunggal".
Balimau Kasai Masa Kini
Seiring dengan perjalanan waktu balimau kasai mulai disalah artikan terutama bagi kaum muda. Kita bisa perhatikan dari awalnya yang hanya membersihkan diri dengan limau beserta kasai sekarang sangat berubah drastis. Kaum muda mengadakan konfoi di jalan raya dan ada juga yang mendatangi sungai-sungai yang memang dengan sengaja mengadakan acara balimau kasai tersebut.
Di beberapa tempat, kaum remaja datang dengan pasangannya masing-masing yang tak jarang tanpa ikatan pernikahan dengan memakai pakaian ya bisa dibilang kekurangan bahan, mereka tertawa bergembira mandi bersama dengan ikut menceburkan diri kedalam sungai maupun danau. Tak jarang mereka terlihat berpegangan tangan bahkan berpelukan dalam dinginnya air sungai.
Peran pemuka adat "Nenek Mamak" sangat berperan dalam meluruskan kembali budaya ini. Filosofi "Anak dipangku, kamanakan dibimbiong" perlu kembali lebih dipertajam. Melihat akhir-akhir ini sungguh tidak jarang terjadi tindakan asusila, pelecehan bahkan perzinahan. Kaum muda dituntut agar lebih mengerti dan menjalankan ajaran agama islam yang sebenarnya.
Apakah budaya seperti ini akan tetap di pertahankan?? Budaya yang lebih dekat kepada maksiat. Bukankah seharusnya sebelum memasuki bulan suci Ramdhan kita dianjurkan untuk memperbaiki diri?
Komentar
Posting Komentar